Menikah

Alhamdulillah pada tanggal 1 Mei tahun 2017 yang lalu, aku resmi menikahi seorang gadis yang aku pilih. Namanya Silmy Kaffah Rohayna. Bukan untuk berbangga, juga bukan untuk sombong. Tulisan ini aku niatkan sebagai syi’ar. Syi’ar pernikahan, juga syi’ar syari’at, insya Allah.

Sebagaimana yang udah aku perkirakan, banyak orang mempertanyakan sebab aku mau menikah di usia yang masih terbilang muda. Usia dimana kawan-kawan seusiaku masih suka main/nongkrong/pacaran, kalau yang bandel. Atau masih mau belajar dan meraih prestasi pendidikan yang lebih tinggi, kalau yang baik.

Sebetulnya, sejak menginjak bangku sekolah menengah pertama, dimana aku mulai sering baca-baca buku dan artikel, aku udah ada bayangan dan target untuk menikah beberapa tahun ke depannya. Waktu itu sih, targetnya usia 20 tahun. Bahkan, ketika itu, aku sudah ada bayangan soal jumlah anak dan nama-nama mereka, hehe.

Namun ternyata, Allah takdirkan aku untuk menikah lebih cepat, di usia 19 tahun kurang 3 bulan. Kalau kamu kenal aku sejak sekitar 1 tahun yang lalu, aku belum pernah membahas soal pernikahan, karena memang belum ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat.

Jadi, mungkin pernah ada beberapa kawan yang pernah tanya soal menikah, kemudian aku jawab bahwa, “belum ada rencana”, maka jawaban tersebut bukan bermaksud mengelabui atau menutup-nutupi rencana. Tapi, karena memang belum ada rencana pasti. Seperti itu.

Adapun adanya rencana untuk menikah, itu mulai muncul sejak 9 bulan yang lalu (kalau dihitung dari tulisan ini dibuat). Yaitu, manakala ada seorang kakak kelas yang menganjurkan supaya aku menempuh jejak kakak-kakakku, karena menurutnya itu adalah langkah yang tepat, terutama pada era sekarang.

Entah kenapa, dari saran beliau itu, aku mulai jadi mikir lumayan serius tentang pernikahan dan segala pernak-pernik seputarnya. Mulai mikir calon jodoh, calon mertua, dan sebagainya. Alhamdulillah, kakak-kakak dan orang tua akhirnya ikut bantu banyak dalam hal ini.

Oh iya, untuk income, sudah lumayan lama sebelum itu aku siapkan. Apalagi orang tua memang menekankan ketika usia seorang laki-laki menginjak 17, sudah harus ada income sendiri, walaupun secukupnya. Skill dan jaringan untuk itu mulai aku latih sejak usia 16 tahunan. Idealnya sih, sejak baligh. Begitu yang dicontohkan generasi awal Islam.

Kenapa Menikah?

“Hal apa yang bikin yakin melakukan nikah muda?”, “Kok yakin mau menikah di usia muda, Mas?”, “Kenapa masnya mau menikah muda?”

Kurang lebih begitu pertanyaan yang beberapa kali aku terima dari beberapa orang yang berbeda. Di Askfm, ngobrol kecil-kecilan sama ust Yosi dan waktu sharing di Sintesa.

Itu dulu mungkin sebagai pembukaan. Inti dari tulisan ini sebetulnya ada pada 3 poin yang akan aku tulis di bawah ini. 3 poin tersebut isinya seputar sebab-sebab utama dan yang menjadi pondasi keputusanku untuk menikah.

Bahwa masih ada kekurangan di sana dan sini, mohon dimaklumi karena sedikitnya ilmu. Mohon maaf juga kalau tulisan di bawah kalimatnya rada baku. Semoga bermanfaat.

1. Anjuran dari Nabi kepada para Pemuda

Kita tahu, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam merupakan sosok yang begitu cinta dan sayang kepada umat beliau. Kita juga tentu meyakini, bahwa segala anjuran maupun larangan yang beliau sampaikan merupakan wahyu dari Allah Ta’ala.

Saya yakin betul, bahwa ketika beliau menganjurkan agar para pemuda segera menikah, anjuran tersebut adalah anjuran yang disampaikan dengan penuh cinta, selain merupakan wahyu dari Allah.

Yang saya pahami dan yakini, Beliau tidak akan menganjurkan sesuatu yang mencelakakan atau merugikan umat beliau. Allah juga tidak akan men-syariatkan sesuatu untuk menyakiti hamba-Nya.

2. Butuh terhadap Pasangan

Setiap orang pada dasarnya sama, ya. Diakui atau tidak, lazimnya orang ketika sudah mulai memasuki usia baligh, (orang normal) akan muncul rasa ketertarikan dengan lawan jenis. Perasaan ini nggak memandang latar belakang seseorang. Entah itu orang jahat ataupun baik, kafir maupun muslim, fajir maupun shalih.

Sebagian kawan menyangka, karena saya sejak kecil banyak belajar seputar agama dan al-Qur’an, saya tidak memiliki ketertarikan terhadap wanita. Bagi saya, anggapan semacam ini memang sedikit unik, walaupun saya juga memahami bagaimana sangkaan ini bisa ada pada diri mereka.

Saya memang tidak banyak membicarakan seputar lawan jenis, apalagi di depan orang banyak. Saya juga bukan seseorang yang suka ngode-ngode. Wajar kalau sebagian beranggapan seperti di atas.

Yang agak parah sih, ada beberapa kenalan punya prasangka buruk ke saya, kalau saya sukanya dengan sesama jenis, karena 90% teman-teman saya adalah laki-laki, apalagi saya juga rada cuek terhadap perempuan.

Tapi di balik itu semua, beberapa kenalan dekat saya memahami betul bagaimana saya sejak sekolah menengah memiliki ketertarikan terhadap wanita. Bahkan, kadang muncul rasa cemburu ketika ada kawan lain juga tertarik terhadap wanita yang saya sukai ketika itu, hehe. Tapi itu sudah berlalu, masa-masa cinta monyet, kalau kata orang.

3. Fitnah Akhir Zaman

Dasarnya, Allah memang telah menetapkan lawan jenis sebagai fitnah (ujian) bagi kita. Silakan cek QS Ali Imran 14. Hal serupa juga disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam dalam beberapa hadits beliau.

Dari beberapa ayat dan hadits, kiranya ada 2 maksiat yang paling banyak dilakukan manusia yang sebab maksiat tersebut adalah dari salahnya sikap terhadap lawan jenis, yaitu maksiat mata dan kemaluan.

Itu yang sudah fitrahnya. Ditambah lagi, kita ini, bisa dibilang, sudah hidup di zaman-zaman akhir. Fitnah semakin gencar menyambar. Bukan hanya di dunia nyata, bahkan yang lebih parah justru di dunia maya.

Mungkin nggak perlu saya terangkan, kita semua sudah faham. Intinya, bagi saya, menikah adalah salah satu solusi dalam menjaga mata dan kemaluan saya di zaman godaan untuk bermaksiat dengan 2 anggota tubuh tersebut sudah begitu besar.

Perlu diingat, amal shalih yg dikerjakan belum tentu diterima sedangkan dosa yg dikerjakan sudah pasti dicatat.

Maksudnya, jangan sampai diri kita menyepelekan maksiat sekecil apapun. Kita tidak tahu apakah amal kita diterima atau dosa kita sudah diampuni. Yang kita tahu adalah, bahwa setiap kemaksiatan akan dicatat.

Silakan Komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑